(KEYAKINAN IMAN DALAM MENGHADAPI KEMATIAN OLEH. FRANKLIN GRAHAM)
Ketika ibu saya menikahi ayah saya dan berkata, "saya bersedia," hampir enam puluh empat tahun yang lalu, ia menyeralaskan dirinya dengan perkataan dari kitab Rut, yang yang namanya diambil darinya: "Sebab kemana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi...di mana engkau mati, akupun mati di sana, dan di sanalah aku dikuburkan" (Rut 1:16-17). Beberapa minggu kemudian, ia benar-benar bersandar pada janji itu.
Saat sore musim panas yang indah. angin agin gunung bertiup melalui jendela yang terbuka, membawa masuk aroma dari kota-kotak bunga dan suara kicau burung. Ibu saya selalu banga dengan kebun bunga miliknya. Ia suka bercocok tanam dan menikmati buah kerja kerasnya.
Ayah saya telah pergi ke kamarnya untuk istirahat dan mendorong Bibi Rosa dan Bibi Peggy untuk bergabung bersama Gigi, Anne, Bunny, Ned, dan dan saya saat kami berkumpul di sekelilingi tempat tidur ibu saya. sambil memegang tangannya dan mengusap keningnya, kami ingin percaya bahwa ia memandang wajah orang-orang yang sangat mengasihinya. Meskipun demikian, saya menduga bahwa matanya memandang ke luar dunia yang telah ia kenal selama bertahun-tahun.
saat ia semakin sulit bernafas, kami memenggil ayah kami kembali ke kamar. tepat ketika ayah berjalan ke tempat tidur ibu saya, amat mereka bertemu. Ibu mengambil nafas terahirnya saat ayah menggenggam tangannya.
hari sebelumnya, ayah saya telah mendengar perkataan terakhir Mama ketika ia memandang ayah dan membisikkan, "Aku mencintaimu." ayah membelai tangan ibu dan membisikkan hal yang sama.
Ibu saya menulis puisi sejak kecil. dikemudian hari banyak puisinya yang dipublikasikan. sementara ayah saya mendengar kata-kata terahir yang ibu ucapkan dengan jelas, kami akan selalu mengahargai puisi yang ibu tinggalkan untuk kami, menggambarkan seperti apa kematian yang ia harapkan.
And when i die
i hope my soul ascends
slowy, so that i
my watch the earth recending
out of sight ,
its vastness growing smaller as i rise
savoring its recession
with delight
anticipating joy
is itself a joy.
and joy unspeakable
and full of glory
needs more
than "in the twinkling of an eye
more than "in a moment."*
Lord, who am i to disagree?
it's only we
have much
to leave behind;
so much...before,
these moments
of transition
will, for me, be
time to adore.
Dan ketika aku mati
ku harap jiwaku naik
perlahan-lahan supaya aku
boleh menyaksikan bumi menyusut
dari pandangan
keluasanya menjadi semakin kecil saat aku naik
menikmati pengundurannya
dengan senang hati
menantikan sukacita
adalah suatu sukacita
dan sukacita yang takterkatakan
dan penuh kemuliaan
lebih diperlukan dari pada sekejap mata,"
lebih dari pada dalam sekejab mata."
Tuhan, siapakah aku sehingga tidak setuju?
hanya kita
memiliki begitu banyak
untuk ditinggalkan
begitu banyak sebelum
masa
Transisi ini
yang bagiku
akan menjadi waktu untuk dikagumi
saya akan selalu ingat mata ibu say penuh dengan semangat hiup. Tetapi pada hari ini matanya terpaku dengan harapan akan sesuatu yang jauh lebih besar--kedua matanya tertuju pada Juruselamat jiwanya. Rohnya tampak mengatakan bahwa ia tidak melewatkan satu momen kenaikannya dari dunia ini untuk menempati rumah surgawinya dengan penuh sukacita.
Ibu saya melakukan apa yang dilakukan kebanyakan ibu dengan sangat baik: ia menghibur kami bahkan dalam kematian. pada 14 Juni 2007, pukul 17.00, Ibu saya menutup matanya di bumi dan membuka matanya di surga.
ayah saya mengucapkan selamat tinggal terakhirnya kepada wanita yang telah dengan setia mendukungnya, meberikan sukacita, penghiburan, dan kasih.
mencium sebatang mawar merah, ayah dengan lemah menaruhnya di atas hambaran bunga bakung yang menutupi peti kayu pinus yang memuat harta duniawinya. Ibu saya disemayamkan di kaki jalan berbentuk salib di taman doa di belakang Billy Graham Library. ketika ayah saya menutup komentar singkatnya, dia berkata,"Mungkin kali berikut saya kesini, saya akan dipersatukan kembalidengan Ruth dalam kematian." meski ia masih sanggup mengunjungi beberapa kali setelahnya, ayah saya akhirnya dimakamkan di tempat yang indah itu bersama Ibu di sisinya.
Oleh. Franklin Graham.